Dampak Integrasi
Regional Terhadap Kedaulatan Negara
“Sebuah Tinjauan Perspektif
Ekonomi Politik”
Studi Kasus Negara EU-APEC
Oleh Achmal Junmiadi,
S.E
(Peneliti Muda CIDES
Indonesia)
Konstelasi
hubungan internasional telah berubah secara drastis (pasca perang dingin) dunia
diwarnai oleh polarisasi yang telah mendorong kawasan dunia berkembang dan
Dunia Maju mempertegas kembali keberadaannya. Kecenderungan itu bila dihadapkan
dengan masalah tata ekonomi dunia, ternaya masih tetap tidak dijumpai keadilan.
Masalah yang menyangkut utang luar negeri, pertumbuhan ekonomi, arus modal,
seakan-akan tidak berubah sehingga perkembangan dibidang ini cenderung
menunjukkan formatnya yang multipolar. Pusat-pusat kekuatan ekonomi baru. Bermunculan
sementara beberapa blok-blok ekonomi semakin marak dengan cara
mengkonsolidasikan dirinya.
Terutama Negara-negara
dunia ketiga, yang mungkin terjadi seputar masalah yang berkaitan dengan
posisinya dalam hubungan ini yakni terjadinya blok kekuatan ekonomi baru dalam
bentuk regionalism baru pula. Persoalan ini terletak dalam pencaharian alternative
ke dalam bentuk kerjasama ekonomi diantara Negara-negara anggota dan diantara
mereka dengan negara-negera maju dilihat sebagai suatu langkah dengan formasi “berdiri
kolektif”. Kerjasama ekonomi diantara mereka bagamanapun harus dieksploitasi
sebagai suatu batu loncatan bagi pengintegrasian mereka kearah perekonomian
global sesuai dengan prioritas dan kepentingan pembangunan masing-masing.
Munculnya suatu
prioritas baru (peran dunia) dalam bentuk integrasi regional yang dijadikan
sebagai dasar pada sebuah paradigma, dimana kepentingan kelompok menjadi yang
utama atau dengan perkataan lain, paradigm kepentingan regional yang ada. Pada gilirannya
akan memberikan kontribusi bagi kepentingan nasional masing-masing. Paradigm atas
kawasan/wilayah dunia saat ini yang akan mengarah kepada sifat pengelompokan
diri ke dalam konstelasi kepentingan ekonomi regional/global. Konstelasi kepentingan
ekonomi ini tampaknya semakin mempertegas paradigm integrasi regional dalam
aspek ekonomi-politik global dengan terbentuknya misalnya Masyarakat Ekonomi
Eropa.
Masyarakat
Ekonomi Eropa/Masyarakat Eropa yang melahirkan Pasar Tunggal Eropa, Amerika Serikat
via North American Free Trade Agreement (NAFTA). Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik
(APEC). Telah melahirkan scenario perekonomian global kedalam Tiga Kelompok
Besar. Dan jika scenario ini lebih dipertajam, maka segera muncul format Dua
Kelompok Besar: Eropa(European Union) dan Asia Pasifik (APEC) ke dalam tata
hubungan perekonomian dunia.
Eropa Bersatu –
Masyarakat Ekonomi Eropa-Pasar Tunggal Eropa-Kawasan perdagangan Bebas Eropa
(EFTA), dijadikan sebagai antisipasi dan strategi Masyarakat Eropa terhadap
perkembangan Internasional dan regional yang diciptakan sebagai upaya membentuk
integrasi ekonomi yang diwujudkan kedalam bentuk kerjasama ekonomi global di
atas tataran wilayah perdagangan bebas dan kuota perdagangan diantara mereka
terhadap produk-produk impor negara anggotanya. Namun sekali lagi, dengan
terbentuknya kelompok-kelompok ekonomi yang berimpilkasi internasional dan
regional yang diciptakan sebagai upaya membentuk integrasi ekonomi yang
diwujudkan ke dalam bentuk kerjasama ekonomi global di atas tataran wilayah
perdagangan bebas dan kuota perdagangan diantara mereka terhadap produk-produk
impor dari Negara-negara anggotanya. Namun sekali lagi, dengan terbentuknya
kelompok-kelompok ekonomi yang berimplikasi internasional ini setidak-tidaknya
bertujuan untuk memperkuat integrasi ataupun institusi yang dalam kerangka Uni
Eropa atau apapun namanya itu. Kemunculan pengelompokan ini juga tampaknya
bersifat “Spilover”. Artinya, kawasan ekonomi Eropa merupakan pasar terbesar di
dunia yang menguasai sekitar 40% perdagangan dunia. Daya serap ini selanjutnya
akan meluas ke beberapa negara Eropa Timur lainnya.
REGIONALISME EKONOMI-POLITIK
Masyarakat
Eropa (EC) dengan dibungkus oleh lebel proses intergrasinya itu, menempatkan
posisi Negara anggotanya sebagai pusat integrasi ekonomi dan politik yang
diarahkan menuju cita-cita Uni Eropa (EU). Hal ini memberikan suatu indekasi
kepada kita bahwa jalan pikiran seperti ini memberikan kesan bahwa gerakan dan
mekanisme pengelompokkan regionalisme seperti ini dianggap sebagai suatu ambisi
masyarakat eropa untuk meningkatkan ambisi regionalism di benua Eropa yakni
dengan usaha untuk menarik usaha kembali sejarah masa silam bahwa pusa
pertumbuhan dan perkembangan internasional berada di Eropa.
Munculnya
satu lagi pengelompokan kekuatan ekonomi regional seperti APEC (Asia Pasific
Economic Cooperation) yang di bentuk awalnya di Australia tahun 1989, merupakan
terobosan baru di kawasan Asia Pasifik di samping EFTA di kawasan Eropa. Ini juga
dilihat sebagai suatu pengelompokan didasarkan atas kerjasama ekonomi regional
dan pada gilirannya akan merebak menjadi suatu kerjasama ekonomi internasional.
Tentunya perkembangan
kehadiran kerjasama bidang ekonomi yang bersifat regional/internasional akan
memberikan dampak terhadap tata hubungan internasional serta tata hubungan
ekonomi global umumnya. Dampak/implikasi di dalam tatanan hubungan ekonomi yang
diartikan adalah jika diterjemahkan bahwa kehadiran kelompok-kelompok kekuatan
ekonomi baik itu Dalam tataran regional maupun internasional, misalnya APEC,
adalah merupakan puncak diplomasi dan konflik yang sudah mengerah kepada perang
dagang antara blok-blok dagang terbesar (Amerika), Eropa Bersatu (Uni Eropa).
Jika persoalan
ini dilihat kedalam perspektif yang lebih luas, maka dapatlah dikatakan ini
semacam percaturan bisnis-politik pada level atas yang dilakukan di atas
tataran yang terancam menemui jalan buntu yang memang diperlukan suatu maneuver-manuver
politik, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Bill Clinton dan dengan mana pihak
Amerika Serikat membentuk NAFTA yang mendapat voting dari kongres 1992,
disubstitusikan diselenggarakannya KTT (Konfrensi Tingkat Tinggi) APEC 1993. Ini
berarti bahwa Amerika Serikat mau mengultimatum Eropa (membuat tandingan). Hal
ini disebabkan Eropa tidak memberikan persetujuan atas GATT (liberalisasi
perdagangan dunia; penghapusan dan penurunan tariff produk manufacturing) yang
sebagaian besar terbentur bagi kepentingan Amerika Serikat.
Jika hal ini
akan terjadi, dimana tidak akan melahirkan kompromi antara konglomerat dunia
(Amerika Serikat dan Eropa) sebagaimana yang telah disinggung di atas, maka
dunia ini akan terbagi ke blok-blok ekonomi: European Unian, North American
Free Trade Agreement (NAFTA) dan Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC). Dengan
APEC, otomatis NAFTA (22,1%) bergabung dengan Asia Timur EAEC (22,6%) akan
menguasai hampir 50% perdagangan global: sedangkan Uni Eropa hanya mampu
memaksimal mencapai 27% jika hal ini ditambah dengan EFTA (Swedia, Swiss,
Austria, Norwegia dan Finlandia).
DAMPAK TERHADAP KEDAULATAN NEGARA
Adalah
sebuah konsekuensi dengan terbentuknya integrasi regional, maka sudah dapat
dipastikan kedaulatan Negara yang menyertainya tidak lagi menjadi kekuatan
utama secara kenegaraan yang terbentuk secara absolut, Negara tidak lagi hadir
hanya sebatas menjadi pemain tunggal dalam kancah internasional. Sedikit banyak
Kedaulatan Negara tersebut tentunya akan mengalami polarisasi terhadap
kepentingan bersama di tingkat regional. Namun tidak serta merta menghilangkan
esensi Negara sebagai lembaga yang memiliki kedaulatan terhadap rakyatnya. Justru
peran Negara ditingkat regional harusnya memiliki peran yang signifikan dalam
memperbesar peluang kesejahteraan terhadap internal rakyat yang ada didalamnya.
Hal
tersebut dikarenakan sebagai bagian anggota regional memiliki hak dan tanggung
jawab yang sama-sama dibebankan demi tercapainya tujuan bersama Negara-negara
yang ada dalam kesepakatan kawasan regional. Dengan semakin mudahnya akses
pengembangan ekonomi dan jalur perdagangan yang dibuat diharapkan Negara-negara
yang tadinya tertinggal atau berkembang dapat ditingkatkan menjadi bagian yang
terintegrasi dengan Negara-negara yang sudah terlebih dahulu maju. Asalkan tidak
adanya perbedaan dalam mendapatkan hak dan kewajiban yang sama-sama berada
dikawasan regional yang dibentuk.
Kedaulatan
Negara merupakan salah satu kunci bagaimana Negara tersebut dapat diakui
menjadi suatu Negara tanpa harus merasa lebih superior dibandingkan dengan Negara-negara
lainnya. Prinsip kebebasan dalam berintegrasi regional jangan sampai dimaknai
berhak untuk bisa mengintervensi dengan tanpa aturan yang saling melindungi satu
sama lain. Karena asas integrasi yang dibentuk adalah kerjasama yang
menguntukan semua pihak atau anggota negara yang tergabung didalamnya. Tentunya
hal ini patut dicermati agar kemudian tidak ada kedaulatan Negara yang akhirnya
dirugikan oleh Negara lainnya.
Dampak
integrasi regional dalam bidang ekonomi dan politik artinya memiliki
konsekuensi dalam menciptakan kebijakan yang lebih mengedepankan diplomasi “win
win solution” berdasarkan kepada kebutuhan yang saling melengkapi satu sama
lain diantara Negara-negara yang tergabung di dalamnya. Baik dari segi
perdagangan, keamanan, kebijakan, dan politik yang berada didalam kawasan. Dengan
mengedepankan prinsip interdependensi yang saling menguatkan dan bukan untuk
menjatuhkan melalui peraturan bersama yang disepakati ditingkat regional. Sehingga
tidak timbulnya pola ketergantung yang disebut “Patron Client” antara Negara berkembang
dengan Negara yang lebih dahulu maju.
Prinsip
persamaan dalam menyatakan hak dan kewajiban dalam integrasi regional tentunya
bukan sebatas formalitas semu diantara Negara-negara yang tergabung didalamnya.
Isu atau kepentingan yang dibahas bersama dalam bentuk kordinasi dan komunikasi
diantara Negara-negara tersebut menjadi sumber kekuatan yang nantinya menjadi
kebijakan untuk bisa lebih meningkatkan kerjasama demi mencapai keberlangsungan
integrasi regional tanpa harus merusak kedaulatan Negara-negara yang berada
didalamnya secara pemahaman kaidah hukum politik dalam menghargai kebebasan dan perdamaian
antar negara ditingkat internasional.
KESIMPULAN:
Dengan memusatkan
perhatian pada konsep integrasi regional sebagaimana sebagaiannya diusahakn
diberikan penjelasan dengan cara menganalisis saling memiliki ketergantungan
antar Negara (interdepensi) dalam aspek ekonomi-politik dan ini dikaitkan
dengan kecenderungan Negara-negara untuk mengelompokkan diri kedalam pola
regional. Pola regionalisme didasarkan pada pengelompokkan pada kekuatan
ekonomi (perdagangan) dan pada gilirannya akan terbentuk didalam perlembagaan regionalism.
Hal ini tentunya akan sangat memiliki dampak yang signifikan terhadap
kedaulatan Negara yang tergabung didalamnya tidak lagi hanya mewakili individu Negara
yang ada tetapi juga menjadi memiliki kepentingan skup regional yang dibangun. Analisis
yang dikembangkan pada kajian integrasi regionalism yakni dengan semakin
maraknya pengelompokan kekuatan berdasarakna aspek ekonomi dan politik
menjadikan semakin bertambanya pula informasi dalam kaitannya dengan fenomena
tersebut. Analisa dengan merujuk pada hal ini memperlihatkan bahwa pembuatan
kebijakan suatu Negara akan memiliki korelasi terhadap Negara yang berada
didalam kawasan regionalnya dengan istilah “issue area” yang menjadi
kesepakatan regional. Dengan munculnya istilah tersebut sebagai instrument analisis
(analysis tools). Di sini di coba untuk memperlihakan beberapa aspek yang
terdapat dalam Negara-negara sebagai faktor yang berpengaruh terhadap bentukan
(format) integrasi regional.
Integrasi yang
terjadi di kawasan Eropa, dijadikan sebagai suatu “issue are” berupa kekuatan
yang terdapat dalam Negara-negara Benelux (Belgia, Nederland, dan Luxemburg). Maka
hal yang perlu diperhatikan adalah “progress in policy integration” yang
dihadapkan dengan perbedaan atas “Issue-area” tadi. Misalkan dalam suatu Negara
menyatakan bahwa issue areanya mungkin sektor pertanian dan yang selanjutnya
sektor industry atau transportasi. Dari dua sektor tersebut inilah yang
dijadikan sebagai “leading sector” bagi kebijakan politik luar negerinya. Negara
yang satu melihat bahwa sektor pertanian menjadi kepentingan utama dan bagi Negara
yang lain melihat sektor industri transportasi menjadi kepentingan pokok.
Maka dengan demikian
analisa tentang Dampak Integrasi Regional terhadap Kedaulatan Negara dalam
wacana tinjauan perspektif Ekonomi-Politik. Semakin menunjukkan pola
interdependsi yang kuat satu sama lain sebagai acuan penjelasan bagaiamana
integrasi regional berproses menuju kekuatan internasional yang lebih dominan.
DAFTAR BACAAN
KEOHANE, Robert.O and Joseph S.Nye,
Jr.,"International Interdependence and Integration", Fred
I.'Greenstein (ed),International P0litics Handbook of
Political Science, Vol. 8,
(California: Addisofi-Wesley Publishing Company, 1975).
AKE, Claude.A.,A Theory.of
Political Integration, Dorsey : Homewood. 1967).
LINDBERG, Leon.N and Stuart
A.Scheigold. (ed),Regjonal Integration: Theory and
Research. (Cambridge. Mass :
Harvard University Press.1971).
ALLISON. Graham.T. .Essence of
Decisions EX-plaining the Cuban Missile Crisis. (Boston: Little Brown, 1971).
BROWN. Lester.R.. The
Interdependence of Nation"s. (New York: Foreign Policy Association.
Headline Series, 1972).
BURTON. John .W.. System States,
Diplomacy and Rules, (Cambridge: Cambridge University Press. 1968).
CLAUDE. Inis.L.,Power and
International Relations, (New York: Random House. 1962).
BENNETT, Bruce. M., International
Regionalism and The Internationa System : A Study in Political Ecology,
(Chicago : Rand McNally, 1967).
YOUNG, Oran. R., “Interdependence
in World Politics” dalam Internatioanl Journal, No.24, (1963).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar